Barusan seorang teman mengirim pesan padaku, ingin bercerita katanya. Hatinya sedang kelabu, dirinya layu memikirkan sosok masa lalunya yang pergi tanpa ia tau. Sudah lama katanya, tapi masih saja kepikiran. Dibuat bingung ia kemudian.
Banyak dari kita pernah juga mengalaminya, termasuk aku. Dari sekian banyak romansaku selama ini, tak ada satu pun yang berujung bahagia. Ditinggal bisa jadi adalah hal yang paling akrab denganku perihal cinta.
Siapa yang tak sakit jika ditinggalkan, persetan pamit dulu atau tidak. Bisa-bisa mengurung diri seharian di kamar kemudian menangis dan meratap. Bahkan ketika telah lama lewat pun masih juga terbayang-bayang sosoknya. Berharap agar ia datang lagi dan meminta menulis cerita bersama. Sayangnya tidak semua harapan dapat terjadi. Ada harapan yang selamanya hanya akan menjadi harapan. Tak akan terjadi jika takdir enggan, sekuat apapun doa dan ikhtiar.
Dulu setiap kali aku patah hati, selalu aku bertanya mengapa. Apakah aku tak cukup pantas untuk membersamainya? mengapa sosok yang ku inginkan selalu pergi pada akhirnya? mengapa aku selalu gagal dalam percintaan? Bahkan, aku sempat tak tertarik lagi pada kisah-kisah romantis. Percuma saja, kupikir.
Ya, begitu aku dulu. Semakin ku bertumbuh, aku menyadari bahwa ada satu hal yang dapat ku petik.
Jangan pernah paksa hati manusia.
Menyuruh seseorang untuk tidak pergi dan menetap adalah hal yang sama sekali tidak dapat dipaksakan. Manusia memiliki hatinya sendiri-sendiri. Dan hatinya berhak untuk memilih. Yang dapat kita lakukan hanyalah meng-ikhlas-kan. Iya, I K H L A S.
Dulu setiap hatiku patah, aku selalu meminta diri untuk ikhlas. Tanpa tau ikhlas yang seharusnya seperti apa. Ketika itu, seringkali aku memaksa untuk mencoba melupakan, berhenti memikirkannya, dan memendam dalam-dalam segala kenangan kemudian menutup kisahnya rapat-rapat. Belakangan aku sadar itu bukanlah cara yang tepat.
Lagi-lagi, jangan pernah paksa hati manusia.
Dari yang kupelajari, makna ikhlas yang paling sejati adalah menerima. Ketika kita sepenuhnya dapat menerima ia yang hanya memilih untuk singgah, ketika kita sepenuhnya dapat menerima rasa sakit karena ditinggalkan, ketika kita sepenuhnya dapat menerima bahwa memang dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyembuhkan hati yang patah, ketika itulah kita ikhlas.
Sampai akhirnya kita menyadari, bahwa hati akan sembuh dengan sendirinya, dan ini hanyalah perihal bagaimana kita bertumbuh dan bersahabat dengan waktu.
Maka, terimalah. Jangan lagi paksa hati hati kita.